Pahala dan Dosa Juga ada Jurnalnya

Sejak tahun 2009 saya hidup dalam lingkup dunia yang semakin menyempit, dari anak SMA yang ingin tahu segalanya dan memang harus tahu segalanya, menjadi sorang mahasiswa yang mulai sedikit menyempit ruang lingkup kehidupannya. Pembelajaran di luar jalur yang dibidangi saat menjadi mahasiswa, tentu saja tidak dipelajari secara detail lagi seperti saat SMA.

Kebetulan saya memutuskan untuk mengambil jurusan Akuntansi, dimana pertimbangan saya saat itu ialah, Akuntansi dapat menjadi profesi seperti Dokter, dan Hukum. Cita cita awal ingin menjadi dokter juga sirna setelah melihat kenyataan nilai IPA saya tidak terlalu bagus, terutama dinilai fisika. Sehingga, saya berfikir profesi apa yang dapat menjadi seperti Dokter yang ada di IPS, yasudah saya fikir ya Akuntansi, Mengapa ? 

Akuntansi adalah bidang sosial yang cukup memiliki hitungan dan logika yang kompleks, sedangkan kedokteran ialah ilmu pasti yang tidak banyak hitungannya namun lebih ke hafalan dan logika. Alasan selanjutnya ialah, karena saat saya ingin masuk perguruan tinggi, passing grade tertinggi Universitas Indonesia di IPA adalah kedokteran dan IPS adalah Akuntansi. Itu sebabnya saya memutuskan harus ambil jurusan akuntansi.

Sesimple itu pemikiran saya saat saya ada di kisaran umur 18 Tahun. Tanpa pertimbangan yang terlalu rumit, Insya Allah saya bisa survive di jurusan yang salah pilih yaitu Akuntansi.

Singkat cerita masalah gonjang – ganjing kegalauan anak muda saat memilih jurusan, saya di dalam bab ini ingin sedikit berbagi kepada masyarakat luas mengenai jurnal Allah terhadap kehidupan kita. Yang pasti bukan Allah yang niru-niru kita dengan cara menjurnal, tapi dari jauh dari sebelum ditemukannya akuntansi, Allah sudah menyuruh manusia berakuntansi lewat ayat , "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya", Al'Baqarah ayat 282.

Sedikit tabayun untuk ayat Al' Baqarah ayat 282, Allah menulis : "hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar". Padahal kita ketahui dalam dunia akuntansi, laporan keuangan itu bukan "benar" tapi "wajar". Mengapa wajar? karena manusia masih menganggap kesalahan kecil yang bersifat tidak material dapat di "pass" atau istilah amerikanya "diabaikan". Mengacu pada ayat ini, berarti pada suatu saat, laporan keuangan bukanlah wajar, tapi harus benar 100%. Tidak ada lagi istilah-istilah 5 jenis opini yang kita ketahui selama ini. Mungkin kapasitas manusia di abad ini, belum mampu mecatat laporan keuangan secara benar, atau memang akhlak manusia yang belum dipantaskan Allah untuk mencatat secara benar, karena sifat manusia yang memiliki serba keterbatasan atau sengaja dibatas-batasi agar menjadi excuse. "Waullahualam bi sawaf"

Materialitas dalam laporan keuangan memang memiliki 2 sisi, sisi baiknya adalah memudahkan akuntan dan auditor untuk menentukan batas apakah pencatatan laporan harus diubah dan disesuaikan. Tentu saja sangat membantu dan memudahkan bagi saya sebagai praktisi. Namun bayangkan saja apabila materialitas untuk perusahaan gajah, mereka akan memiliki nilai materialitas yang sangat tinggi walaupun masih dalam persentase yang kecil 3-5%. Di ayat ini akan kita buktikan, apakah kedepannya nilai materialitas akan hilang seiring dengan kecanggihan teknologi yang dapat memudahkan manusia untuk "mencatat".

Balik ke topik neraca dalam timbangan yang kita ketahui saat, banyak yang berfikir bahwa timbangan hanyalah berbentuk jarum, atau digital seperti kekinian belakangan ini. Padahal dahulu kala tentu saja timbangan adalah 2 sisi yang memiliki sumbu tepat di tengah. Ada sisi pemberat dan sisi yang kosong, disitu barang disesuaikan beratnya dengan pemberat. Begitulah logika berfikir akuntansi secara simple, dimana setiap transaksi memiliki 2 sudut yang harus saling seimbang.

Timbangan inilah yang setiap manusia miliki sebagai catatan amalan perbuatan selama hidup di dunia. Tentu saja timbangan itu adalah catatan perbuatan baik dan buruk. Lalu, pertanyaannya apakah amal baik dan buruk kita seimbang? Hampir pasti saya katakan tidak, karena jarang sekali kita temukan orang seperti itu.

Namun pertanyaannya adalah, bagaimana kalo tidak seimbang? Berbeda dong dengan timbangan akuntansi? Dimana timbangan akuntansi harus selalu seimbang. Disini saya ada jawaban rasional yang saya ingin bagikan ke rekan – rekan semua. Sebisa mungkin saya gunakan bahasa awam supaya dapat dimengerti banyak pihak yang bukan dari bidang akuntansi.

Perlu diketahui dalam timbangan akuntansi terdapat 2 sisi yang harus selalu seimbang, sebut saja kanan dan kiri, dimana di sisi kiri adalah harta dan di sisi kanan modal serta hutang . Maksud harta dalam akuntansi adalah asset (harta) yang dimasukkan menjadi milik perusahaan. Baik dalam berupa barang atau uang. Pemiliknya dapat memiliki asset tersbut hanya dengan 2 sebab : yakni hutang atau modal. Hal tersebut dasar pemikiran mengapa Penjurnalan selalu terdiri dari 2 sisi.

Bagaimana dengan timbangannya Allah? Timbangan Allah yang kita kira selama ini terdengar simple, hanya sisi kiri – dosa dan kanan – pahala, ternyata tidak sesimple itu. Sejenak akan saya jelaskan timbangan Tuhan jika kita melihatnya sama seperti logika berfikir akuntansi. Tentu saja kajian ini masih berbentuk opini, karena belum ada orang (selain saya) yang merumuskan logika berfikir seperti ini.

Jika kita ikuti alur berfikir akuntansi mengenai pahala dan dosa, maka saya akan merumuskannya seperti ini. Karena di atas kita sudah membahas bahwa dosa dan pahala seorang manusia tidak akan bisa seimbang, maka sisi kanan pahala dan sisi kiri dosa bukanlah timbangan yang dimaksud. Disini kita akan jabarkan dengan sisi kiri berupa (catatan baik buruk seorang manusia) sebagai “asset”  dan sisi kanan tetap pada hutang dan modal. Namun disini kita ubah namanya hutang (dosa) dan modal (pahala).

Sedikit alasan mengapa saya berfikir untuk mengambil alur kearah sana, biar orang yang akan membaca artikel ini tidak menggap saya bodoh, gila, atau sinting. Selanjutnya mereka tidak akan melanjutkan membaca artikel saya yang sinting ini dan segera keluar dari page blog saya.

Pertama, bagi Pencipta manusia “Tuhan yang Maha Esa” manusia adalah “asset”. Ga percaya? Dalam quran (Al' Baqarah : 30) disebutkan akan Kujadikan kalian khalifah di muka bumi ini. Artinya khalifah apa? Allah menganggap dengan adanya kita di muka bumi, maka tugas tugas KeTuhanan dapat diwakilkan oleh manusia. Seperti menjaga muka bumi dari kejahatan syaiton, memberi nafkah, dll. Semua diwakilkan oleh Tuhan (Allah) kepada setiap individu manusia untuk saling memberi dan saling bermanfaat bagi manusia.

Lalu bagaimana yang diciptakan Allah sebagai penjahat, rampok, cabul, narkoba, korupsi dll ? Apakah itu layak disebut asset? Jawabannya tentu saja iya. Coba bayangkan jika Allah tidak menciptakan kejahatan di muka bumi ini, maka kita tidak akan pernah mengenal yang namanya polisi, jaksa, fakultas hukum, penyidik KPK, apalagi nazarudin dan Sutan Batu Ghana… Mereka adalah asset Allah yang diciptakan untuk meningkatkan derajat manusia lainnya.

Untuk sisi Kanan (hutang dan modal) barulah saya menyebutnya sebagai lawan dari Asset Allah tersebut. Ada 2 kriteria yang berbeda, yaitu hutang dan modal. Jika manusia berbuat dosa / kesalahan, maka lawannya adalah hutang, sedangkan jika manusia melakukan kebajikan, tentu saja itu adalah modal. Pertanyaannya? Apakah definisi hutang dan modal di neraca Allah??

Hutang dan modal di neraca Allah adalah neraka dan surganya Allah. Tentu jika sebuah dosa dilakukan di muka bumi (sisi kiri), maka langsung akan diimbangkan oleh neraka di sisi kanan neraca laporan malaikat kepada Allah. Dan jika seseorang melakukan sebuah kebajikan (sisi kiri), maka diseimbangkan dengan surga yang dicatat di sisi kanan. Masih bingung?

Jadi maksud saya pada paragraph di atas adalah jika kita melakukan dosa dan kebajikan sekecil apapun, maka akan langsung diseimbangkan dengan lawannya, yakni surga atau neraka. Contoh kecil misalnya kita melakukan dosa kecil seperti berbohong, setelah si malaikat pencatat dosa mengappraise dosa anda dan mendapatkan hasilnya, maka malaikat akan mendapat approval Allah untuk mencatat dosa sesuai dengan kapasitasnya. Anggap saja nilainya 3. Maka disisi kiri tercatat Dosa bohong dengan nilai 3 dan sisi kanan tercatat dengan neraka juga dengan skor 3.

Namun jika orang tersebut melakukan kebaikan jihad di jalan Allah dengan skor 9 (sisi kiri) maka malaikat juga akan meminta persetujuan Allah untuk mencatat pahala di sisi kanan dengan skor 9. Begitu seterusnya hingga setiap insan manusia tutup usia.

Setelah akhir periode, maka catatan laporan amalan baik buruk manusia akan diadjust, direklas dan di nettoff dengan metodologi Allah. Contohnya saja ada pertaubatan, Maka hal itu akan menghapus sisi hutang manusia, anggaplah hutang manusia adalah piutangnya Allah. Sehingga Allah akan melakukan metode write off piutang (penghapusan piutang tak tertagih).

Sehingga pada akhirnya, sampailah kita pada hasil report Allah kepada tiap manusia, apakah tinggian nilai modal (Pahala) atau hutang (dosa) tiap masing masing individu. Setelah masuk babak laporan cacatan amalan perbuatan manusia, barulah Allah sebagai auditor malaikat, akan memeberi opini secara adil dan bijaksana. Apakah seseorang tersebut layak masuk surga atau neraka. Namun jangan harap akan ada immaterial pass dari Allah dan malaikat, karena dalam ayatnya kita diberitahu bahwa, amalan dan dosa sekecil apapun akan dihisab dan diperhitungkan dalam laporan cacatan malaikat (Al Zalzalah).

Istilah –istilah akuntansi lain seperti prepaid, accrued, amortize dan depreciation juga berlaku dalam penjurnalan Allah, contohnya ketika Allah memberikan musibah kepada umat manusia, itu merupakan bagian dari cicilan penyiksaan Allah kepada manusia di dunia, agar tidak terlalu berat kelak di akhirat. Anggap saja itu sebagai siksaan dibayar dimuka (prepaid).

Sebaliknya, jika Allah memberikan surga dunia kepada manusia, bisa saja itu merupakan ganjaran bagi manusia yang melakukan kebaikan tanpa diiringi ibadah kepada Allah, sehingga kelak Allah tidak ada hutang “surga” kepada manusia tersebut. Anggap saja kebaikannya di nett off dengan kenikmatan duniawi, sehingga siksaannya kelak tidak akan ada pembelaan “gue percuma dulu berbuat baik”. Allah menjawab : Gue udah bales kebaikan lu di dunia. 

Ada lagi satu hal yang menarik antara akuntansi dan catatan Allah, bahwa kita ketahui tiap niat manusia berbuat buruk, Allah belum mencatatnya sebagai dosa, sedangkan jika kita niat untuk berbuat baik, maka detik itu pula Allah langsung mencatat kebaikan kita.

Sama seperti apa? Dalam akuntansi hal seperti itu disebut kontijensi, ketika kita ada “kemungkinan beban dikemudian hari” maka kita sudah mencatatnya sebagai beban. Namun jika ada kemungkinan pendapatan di kemudian hari, kita belum boleh mencatatnya sebelum realisasi (unearn). Walaupun konteksnya sedikit berbeda, tapi anggaplah sama.

Pemikirian seperti ini memang kadang suka muncul tiba – tiba dan kadang pula lupa. Sehingga sebelum lupa, lebih baik saya abadikan sehingga dapat menghibur atau mengisnpirasi pembaca. Siapatau menginspirasi pembaca agar dapat memaknai seluruh ilmu pengetahuan yang ada di dunia ini berasal dari Allah SWT.







Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.