Bos Kecil Vs Bos Besar

Berawal dari sebuah konsep sebuah rumah yang unik dan nyentrik, disebuah kawasan yang mungkin tidak terlalu menarik. Banyak kritik yang menggeletik disetiap aspek konsep yang telah dicanangkan sebelumnya. Perasaan optimistis atas sebuah proyek yang belum terlalu diminati memang perlu tambahan energy dan doa. Menjadi tugas bersama untuk bilang bahwa ini bukan proyek gagal dan masih bisa diperjuangkan.


Mirip dengan sebuah perang yang kalah prajurit, harus ada keyakinan tinggi untuk atur strategi yang maha dahsyat agar masih bisa menang dalam peperangan, atau minimal memperkecil jumlah korban.
Memang pada sampai titik ini, kami belum menyatakan posisi pada memperkecil jumlah korban. Peperangan masih tetap berlangsung. Tetapi peperangan yang tidak sengit, biasa saja. Bukan karena lawan yang jauh lebih kuat. Dan bukan karena jumlah prajurit yang sedikit. Melainkan karena pasukan lebih suka bersantai ria di basecamp peperangan. Hanya satu dan dua prajurit yang sesekali melongok ke luar tenda untuk memantau musuh.


Logistik yang diandalkan pun akhirnya menipis, dihabiskan mereka yang bersantai paling lama di dalam basecamp. Terdapat 2 solusi cerdas yang dapat diambil. Pertama sesegera mungkin menuntaskan peperangan. Agar dapat keluar dari basecamp. Lalu melanjutkan perang lainnya. Atau meminta markas besar untuk mensupply tambahan logistic untuk memperpanjang waktu bertahan di dalam basecamp.


Pilihan pertama yang seharusnya diambilpun terlihat terasa berat. Banyaknya strategi2 lama yang masih digaungkan untuk menjadi tumpuan utama peperangan. Takut mengambil resiko, prajurit yang kurang, serta banyak lagi alasan yang misalnya dipikirkan matang – matang hal itu sebenarnya bukanlah sebuah alasan. Melainkan hanya sebuah pembelaan diri, dari nyamannya sebuah basecamp yang sementara.


Pemimpin peperangan ini dikepalai oleh 2 bos. Yang satu Bos besar berbadan kecil, dan bos kecil berbadan besar. Bos besar memerintakan untuk mencari alternative lain dalam perang. Gunakan cara baru dan spektakuler untuk tetap memenangkan peperangan. Sedangkan bos kecil masih memainkan strategi lama yang sebenarnya juga merupakan gagasan bos besar di awal peperangan lalu.


Setiap bos memiliki wewenang dan tanggung jawab. Mereka memiliki beban yang hampir mirip namun berbeda jenisnya. Bos kecil dipaksa memberdayakan prajurit semaksimal mungkin. 

Memainkan strategi milik bos besar dan mengeksekusinya. Sedangkan bos besar yang memiliki konsep. Memberdayakan prajurit dan memaksimalkan motivasi kepada bos kecil. Agar sasaran dan harapan yang diinginkan dapat berjalan secara maksimal.



Belum selesai pada peperangan pertama, bos besar sudah memerintahkan bos kecil untuk handle 2 perang. Mungkin dalam “birdview”nya bos besar melihat musuh di peperangan pertama tidak ada. Atau mungkin sama2 terlena di dalam basecamp yang nyaman. Sehingga bos kecil diperintahkan untuk mengubah haluan ke peperangan kedua secara paralel.

Sebagai salah satu prajurit perang bos kecil, saya membayangkan jika menjadi bos besar. Bagaimana harus berfikir cepat dan strategis. Mengusai medan yang belum pernah diduduki sebelumnya. Memperkecil kerugian dan terus mencari peluang.


Begitu seharusnya perjuangan, tidak boleh stuck. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Dahlan Iskan pada talk shownya di kuliah umum di salah satu universitas. Beliau mengatakan, saya tidak memiliki cita-cita. Hidup ngalir aja, tapi ngalirnya yang deras.


Berbeda dengan orang yang memiliki cita-cita. Jika ada tembok besar dia akan panjat, jika ada jurang dia akan turuni. Sedangkan orang yang tidak memiliki cita-cita akan mencari akal untuk melewati tembok dan jurang bukan dengan melompatinya. Namun dengan, menyusurinya atau mencari jalan lain yang tidak ada jurang dan temboknya.





Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.