Resep bugar ala Jepang (sharing tidak bermalam di bandara Haneda Tokyo Jepang)




Memiliki waktu yang pendek dan singkat, saya dan istri tidak mau melewatkan sedikitpun waktu saat berada di Jepang.

Flight KUL - HND ditempuh dengan lama perjalanan 7 jam, dengan beda waktu antara KL dan Tokyo hanya 1 jam.

Berangkat pukul 14.30 siang waktu Malaysia, memaksa kami untuk tiba di Tokyo pada malam hari. Sekitar pukul 22.30 waktu Tokyo.

Menurut hemat beberapa review backpacker di blog masing2 maupun komunitas2 yang saya baca, saran dan arahannya adalah bermalam di Haneda untuk menunggu pagi lalu kemudian berangkat menuju pusat kota esok harinya setelah JR beroperasi pukul 06.00.

Awal rencana kami memang seperti itu, namun kami menjalani Plan B saat kami berada di Haneda int Airports of Tokyo..

Berikut paparannya...

Pendaratan pesawat Air asia X yang saya rasa cukup mujur dan manjur. Karena, walaupun low cost, pesawat ini mendarat dengan santun dan super tepat waktu.

Pesawat kami bersetubuh dengan bumi tepat pada pukul 22.28 hanya selisih 2 menit dari jadwal yang ada di tiket. Atau bisa jadi jam saya yang terlambat 2 menit..

Turun dengan belalai si gajah, yang ga ada mirip2nya ama gajah langsung ke terminal 2 bandara Haneda Tokyo.

Pengecekan pertama penumpang saat masuk ke terminal bandara adalah cek suhu tubuh, terdapat sebuah kamera ajaib ala doraemon, yang biasa mendeteksi suhu tubuh manusia. Diawasi ketat oleh beberapa petugas bandara yang memelototi kamera yang menunjukkan suhu tubuh manusia hasil tangkapan kamera ajaib tadi.

Alhamdulillah saya dan istri lewat dengan selamat, walaupun saya agak sedikit flu.

Selanjutnya tentu saja imigrasi. Walaupun bandara ini tergolong tua dan jadul. Tapi imigrasinya terasa seperti bukan di bandara tersebut. Agak berbeda dengan lingkungan keseluruhan bandara

Jepang, negara yang super menghargai waktu. Sangat tahu rasanya bahwa mengantri adalah urusan yang membuang waktu.

Seluruh meja imigrasi ada petugasnya. Full sevice, padahal sudah hampir tengah malam.

Terlihat bugar dan siap menjalankan tugas, mengingat pesawat jumbo2 juga mendarat pada jam yang kurang lebih sama.

Kebayang kalo ini terjadi di Soekarno Hatta. Pasti kita temukan bapak2 nguap yang cuma berdua. Tidak akan terbayang antriannya akan sepanjang apa.

Dari awal antrian hingga menjelang meja cap paspor. Selalu ada petugas yang mengarahkan. Agar orang yang doyan bengong dan ngelamun tidak menghambat jalannya antrian.

Memang petugas petugas tadi adalah orang2 sepuh. Mungkin selain untuk memberdayakan orang sepuh, juga untuk menghemat agar biaya untuk memperlancar antrian tidak terlalu tinggi.

Selesai imigrasi hanya 25 menit. Selanjutnya bagasi, tidak memakan waktu lama untuk menunggu bagasi. Hanya setelah melihat, tas dan koper saya sedikit acak2an karena mungkin dilempar2 saat loading unloadingnya.

Keluar imigrasi untuk menghirup udara bebas Tokyo. Alhamdulillah sejauh itu tidak memakan banyak perjuangan dan hambatan. Masih lebih mudah dibandingkan masuk Malaysia atau Singapur yang nanya2 mau kemana dsb.

Keluar pintu arrival bandara Haneda Tokyo. Satu keunikan saya lihat. Berjejer lelaki jepang membawa nama nama yang tertulis dengan kanji dan latin.

Sering kita lihat penjemput penjemput yang tidak mengenal yang dijemput. Sehingga mereka membawa nama untuk memastikan siapa yang dijemput.

Namun, hal ini tidak seperti biasanya, mereka menggunakan seragam ala prajurit tempur yang sedang diperintahkan apel pagi.

Entah siapa yang di jemput, yang jelas nama setiap tulisan di kertas yang ditulis oleh prajurit tadi berbeda.

Plingak plinguk bandara yang terlihat jadul ini, mata saya menoleh ke kiri. Tempat dimana 3 mbak mbak Jepang berseragam rapih nyerocos dengan bahasa Jepang..

Ternyata mereka menawarkan tiket bus. Melihat ke kanan juga ada yang menawarkan beberapa akomodasi lain seperti rent car, atau sejenis penginapan yang berada di dekat bandara.

Sadar akan jadwal JR yang pasti sudah tiada, dan memang persiapan kami adalah bermalam di Haneda. Tidak ada salahnya kami mencoba antrian ini.

Iseng iseng saya dan istri mengikuti antrian tiket bus di sebelah kiri. Tanpa berharap banyak, kami cuma berharap siapatau ada yang bisa kami temukan disana, seperti peta2 gratisan atau informasi lainnya.

Tidak lama antri, kami pun berbicara dengan salah satu mbak Jepang tadi. Alhamdulillah dia mahir bahasa Inggris, sehingga kami tidak kesulitan untuk berbicara dengannya.

Where do you want to go sir? Diawali dengan kata2 tadi perbincangan pun dimulai.

Saya menunjukan capturean booking hotel yang telah kami pesan. Hotel yang kami pesan adalah KIBA hotel. Di daerah Kiba. 1 menit dari st subway Kiba. Di line biru (Tazoi Line).

Mbak2 tadi mengutak atik komputernya. Kemudian dia memberikan arahan ke 3 tujuan menggunakan bus. Yang mana ketiganya adalah dekat dengan st Kiba. Sehingga setelah turun bus, Kami dapat menyambungnya dengan taksi.

Diluar dugaan kami mendapat jawaban seperti itu. Lalu saya bertanya lagi. Yang mana yang terdekat diantara 3 pilihan tersebut.

Ia pun menyarankan salah satu dari 3 pilihan tersebut. Okey deal.

Tak lama, satu hal lagi mengganggu pikiran saya. Tentu saja, beberapa review yang kami dapatkan, biaya taksi di Tokyo adalah termahal di dunia.

Sadar akan raut muka saya yang mengatakan seperti itu, mbak tadi tanpa diminta menggoogling jalur taksi kami. Keluar angka 752¥ dari tab yang berbahasa Jepang itu.

Tak pikir panjang kami pun bergegas membeli tiket bus terdekat. Lokasi tujuannya adalah TCAT. Tokyo City Air Terminal seharga 1800¥ untuk satu orang.

Bus tersebut ada pada pukul 00.15, sehingga kami sedikit menunggu di tempat yang telah disediakan.

Setelah menunggu akhirnya bus pun datang pada platform yang disediakan, yaitu platform 2. Antrian dan platform2 bus ini tidak jauh dari membeli tiketnya. Hanya berjalan sedikit lalu menuruni tangga. Terlihat berjejer platform dari 1 sampai belasan.

Penumpang bus ini tidak banyak, hanya beberapa saja. Tidak ada yang aneh di dalam bus. Hanya kita diwajibkan memakai sabuk pengaman. Itu saja yang aneh, bukan karena ada salah, tapi karena kita kelamaan di negara berkembang yang tidak tahu soal pentingnya safety.

Sekitar 40 menit berada di dalam bus. Tulisan TCAT pun terlihat jelas di kanan jalan. Semacam terminal kecil khusus melayani masyarakat Tokyo yang hendak pergi ke bandara. Baik Narita maupun Haneda.

Di perhentian bus, saya agak panik. Sedikit. Masih berusaha tenang agar tidak membuat istri ikutan panik.

Paniknya adalah tidak ada satupun taksi terlihat. Sepi sekali. Bahkan tidak ada satupun orang penjaga terminal tersebut.

Setelah masuk agak dalam ke terminal, alhamdulillah kami melihat satu orang penjaga. Dan satu taksi yang mangkal.

Langsung saja saya berdiri dan bergegas turun sebelum bus sempurna berhenti. Dimana orang yang lain masih duduk. Gapapa dilihat agak norak sedikit.

Saya khawatir taksi seekor itu diambil oleh penumpang bus lain. Dan ternyata betul. Selain kami penumpang lain juga mengantri taksi sehingga penjaga terminal tadi mengisyaratkan akan menaggilkan jumlah taksi yg dibutuhkan. Beruntung kami dapat yang pertama.

Penjaga tadi menolong kami ngobrol dengan si supir taksi. Karena si supir sama sekali tidak bisa bahasa Inggris.

Kamipun menunjukkan alamat hotel yang ada huruf kanjinya. Tak lama si supir mengeluarkan handphonenya lalu menekan nomor telepon hotel.

Kami juga sebenernya ga sadar di alamat itu ada nomer telepon. Selanjutnya setelah berbicara dengan bahasa Jepang. Si supir haik haik sambil senyum sedikit.

Petunjuk arah yang disampaikan oleh orang hotel sudah diterima dengan baik.

Kamipun naik taksi tersebut. Melihat si supir memencet tombol tanda berawalnya saldo agro.

Saya agak was2 karena baru awal mencet udah 750¥. Setara dengan 7.5$ USD. Termahal di dunia memang betul. Kalo dirupiahkan sudah mencapai 90.000 yang kalo di Indonesia udah bisa sampai bandara kalo naik uber.

Belok sana belok sini sang supir hafal jalanan Tokyo luar kepala. Hanya 7 menit di taksi kami sampai. Di jalanan malam kota Tokyo yang berpenduduk 13 juta manusia.

Argo akhir menunjukkan 1500¥, beda 2x lipat dari arahan mbak2 penjual tiket bus di Haneda. Tidak masalah karena masih worth dibanding kami harus bermalam di bandara.

Proses cek in dll. Kamipun diberitahu soal mandi2 ala Jepang. Tata tertib dll. Kami hanya angguk2 karena males juga berendem udah semalam ini.

Eh setelah sampai kamar dan keluar iseng mengecek tempat mandi ala Jepang tadi. Saya tertarik, saya ambil handuk dan piyama yang disediakan hotel, lalu berendam. Tidak lama, hanya sekitar 3 menit lalu mandi seperti biasa.

Rasa penat dan stress pun hilang seketika, ditambah dengan sabun dan shampo ala Jepang yang memiliki tahapan penggunaannya. Jadi mandi dan bilasnya ga cukup sekali. Berkali2 sesuai petunjuknya. Karena merasa kotor dan penat, semua step tersebut saya ikuti dengan tertib dan sempurna.

Balik menggunakan piyama saya kembali ke kamar lalu siap2 untuk ke minimarket beli makanan. Mengingat kami belum ketemu makanan berat dari awal keberangkatan dari Kuala Lumpur.

Setelah perut kenyang dan badan bugar, saya dan istri bergegas ke kamar dan istirahat. Waktu sudah menunjukkan pukul 02.30 waktu Tokyo, namun jam biologis kami masih 00.30. Jadi tidak terasa terlalu ngantuk.

Mungkin ini salah satu rahasia orang Jepang mengatasi kelelahan bekerja seharian. Berendam ala sumo sumo dan dengan mandi yang super bersih merupakan cara terbaik untuk mendapatkan istirahat yang berkualitas.

(mt Fuji 17/07/16)
07.00 Japan time.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.