Seniman Angka
Hidup di Bali sudah tentu tidak bisa lepas dari seniman. Sangat dekat, depan mata. Hampir semua stakeholder berhadapan dengan seniman.
Saya masih belum tau, seniman yang hijrah ke Bali, atau Bali yang melahirkan seniman. Yang jelas, Bali sangat identik dengan seniman.
Lalu 2019 saya masuk Bali. Bukan seniman. Walaupun ada sedikit darah seniman. Tapi kok saya merasa menghafal turunan warna dari warna dasar itu sangat sulit. Turunan dari warna Kuning, Biru dan Merah itu. Seperti yang di printer itu. Bagi saya lebih baik saya disuruh menghafal PSAK daripada harus menghafal turunan warna.
Lalu, ternyata setelah 4 tahun di Bali, arti seniman itu sendiri berubah. Seniman mungkin saat ini saya artikan lebih kepada penemu, atau peracik.
Dari pemekaran kata seniman tadi, saya jadi sedikit menyimpulkan. Semua manusia sukses pada dasarnya adalah seniman.
Belajar dari seniman beneran, contoh saja misal pelukis.
Mereka harus mempola karya apa yang mau dibuat. Mau mengangkat ide apa? atau mau menyindir siapa?
Seniman yang hebat, pasti ada idealismenya. Sehingga karyanya kadang bagus banget bagi sebagian orang, kadang yaaah apanih? kok gini aja mahal banget….
Dari situ arsitek adalah seniman, barista adalah seniman, chef adalah seniman, macam-macam.
Untuk sampai ke level seniman, ya harus belajar sama seniman. Dari yang cuma ikutin resep orang, sampai kepada menjadi penemu. Karena sudah terasah sekali sensitivitas seorang seniman, sehingga sedikit ada yang beda pun mereka sudah bisa merasakannya.
Lalu bagimana dengan seniman yang lebih aneh lagi? misal enginer. Oh tentu saja ini juga seniman.
Seniman suspensi, bagimana suspensi empuk yang tidak limbung, terbayang oleh saya si seniman suspensi ratusan kali utak atik bahan dan ukuran dan dimensi suspensi untuk mendapatkan level yang diharapkan.
Cocok? Tentu saja, seniman suspensinya Rolls Royce beda dengan seniman Honda. Tapi, lebih jago yang mana? tergantung. Setiap seniman punya marketnya masing-masing. Lebih cuan yang mana? juga tergantung, seberapa hebat seniman marketing menggoreng sebuah barang yang sudah dibuat.
Lalu bagimana dengan seniman kimia? contoh paling gampang aja. Walt di film Breaking Bad. Bagimana dia sebagai guru kimia meracik Sabu dengan tingkat kemurnian 100% sampai warnanya bisa biru. Menurut saya itu juga seniman. Sangking jago kimianya. Bapak Walt bisa merumuskan dikepalanya hingga mendapatkan racikan yang sempurna.
Saya juga ga mau kalah, saya seniman apa kalo gitu?
Akuntansi memang seniman tapi kok rasanya belum sehebat Walt di racikan kimia, atau Ahmad Dhani di racikan tangga dana.
Saya berfikir lagi, di bidang saya, seniman super keren dan pinter yang bisa saya mudah kenalkan disini adalah Bang Sandiaga Uno. Beliau adalah orang keuangan hebat,
lalu racikannya apa? Kok Pak Sandi bisa sekaya itu dengan mudah.
Racikannya adalah skema.
Dengan menguasai legal dan finance secara utuh, Bang Sandi dengan mudah mengakuisisi banyak hal dengan skema. Dengan skema pula meyakinkan orang jadi jauh lebih mudah. Terlihat depan mata apa ujung dan hasilnya.
Betapa banyak bisnis yang sama, begitu convert skema bisnisnya langsung melejit. Hanya perkara skema, orang bisa salah fatal, atau bisa langsung kaya mendadak.
Sehingga saya belajar, dari semua seniman, yang bisa convert dengan cepat menjadi duit adalah seniman finance.
Kelebihan seniman finance adalah mereka bisa mengakuisisi banyak hal, kawin dengan seniman seniman lainnya. Sehingga secara idealisme memang kurang, tapi secara finansial cukup menjanjikan.
Kekurangan seniman finance adalah mereka tidak bisa berdiri sendiri seperti chef atau arsitek. Seniman finance harus kawin dahulu dengan produk. Barulah jadi sebuah skema bisnis yang kuat dan handal.
Tapi, Biasanya habitat seniman finance adalah gedung perkantoran dan ibukota, bukan sawah apalagi hutan. Apakah saya bisa menjadi Grand Masternya finance seperti Bang Sandi dengan habitat sawah?
Atau saya harus kawin dengan seniman yang benar-benar habiatnya di sawah? Wallahualam….
Gianyar 1 Jul 2023
Tidak ada komentar: