Saran untuk Kemenkeu

Sabtu 11 Mar 2023 ini saya mau ikut mengomentari berita yang lagi heboh


Seusai kasus Sambo yang menghabiskan energy satu negara selama 6 bulan. Warga net kembali membuat panggung hiburannya di kasus Kemenkeu.


Terungkapnya mega skandal di Kemenkeu ini bukan karena ada auditor yang hebat, bukan pula karena ada wishle blower. Tapi semua karena sudah memang waktunya terungkap.


Saya dalam hal ini tidak mengomentari korupsinya, saya hanya klasifikasi bagaimana system ini belum berjalan dengan baik. Sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat.


Pertama. Dalam hal penerimaan negara, semua sudah pasti diatur oleh undang-undang. Maka, siapapun baik petugas dan wajib pajak. Pasti akan mengacu pada undang-undang perpajakan.


Kedua, apabila semua undang-undang itu dipatuhi, apakah memenuhi rasa keadilan? atau keadilan justru ketika ada undang-undang ada yang dilonggarkan untuk kemajuan yang lebih panjang dan berkesinambungan.


Ketiga, apakah undang-undang tersebut seluruhnya sudah tidak ada pasal yang saling berbenturan? sehingga menimbulkan kebingungan dan menjadi celah untuk negosiasi?



Dari 3 masalah di atas. Masalah seperti Rafael tidak akan bisa selesai sampai ganti presiden ke 14, sebelum akar masalahnya diurai. Dibuatkan sistem, dan dijalankan.




Maka saran saya atas hal tesebut ada 4. 



Satu, hilangkan denda atau double bayar terhadap kekalahan banding di pengadilan. Mengapa? Banding dalam pengadilan pajak, adalah tempat mencari keadilan dari 3 pokok masalah yang terjadi. Apabila diberlakukan denda atau bahkan double denda, Maka WP otomatis akan mati2an bertahan dalam peroses pengadilan pajak tingkat awal dan pemeriksaan. Tidak berani untuk menghadapi sampai tingkat banding.



Kedua, pengadilan perjakan harus seperti sidang di dalam kepolisian. Hakimnya orang hukum yang mengerti pajak, jaksa dan pengacaranya tentu juga orang yang melek keuangan dan pajak. Sehingga, siapapun masuk ke dalam pengadilan pajak, tidak akan khawatir terhadap ketidak-mampuan penegak hukum dalam hal materi yang sedang disidangkan.



Ketiga, Khusus denda dan atau bunga pajak. Dilakukan transparansi penggunaan. Karena pada dasarnya denda tersebut bukanlah target dari penerimaan pajak. Melainkan merupakan bonus dari WP yang melanggar. Sehingga kalau ditarik dan dikaji lebih dalam, denda atas kesalahan WP mengarah ke Riba. 

Kan sayang, uang rakyat malah jadi kurang berkah bagi negaranya sendiri. Untuk itu saya punya usul. Saya berandai-andai, apabila denda pajak yang harus dibayarkan setelah putusan, dapat dibayarkan platform seperti Kitabisa.com, atau seperti P2P yang lainnya.

WP bisa membayar ke project pemerintah mana yang masih kurang dana, pilih projectnya dan infrastrukturnya. Transfer. 


# Bagi yang belum tau, dana Riba sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk infrastruktur dengan kajian fiqih yang sangat dalam, ilmu saya belum sanggup membedahnya satu per satu bagaimana dana haram tersebut bisa menjadi dipakai dan halal. Tapi begitulah ilmu. Semakin dalam, semakin luas. 


Saya yakin, apabila proyek tersebut memang betul sedang berjalan, dan memiliki tingkat emosional yang tinggi kepada masyarakat luas, Bahkan WP pun rela membayar denda melebihi keputusan yang dibebankan. 



Keempat, apabila kita didenda apabila tidak melapor sampai Maret - April. (3-4 Bulan) setelah tutup buku, mengapa pajak bisa memeriksa WP sampai 5 tahun kebelakang. Buat apa denda dibuat kalau meriksanya saja jauh ke tahun belakang sampai 5 tahun.

Kerugian point 4 ini sangat signifikan bagi pengusaha, usul saya terhadap no 4 ini adalah, perbesar denda telat lapor. Misal Rp 20 juta per WP perusahaan. Rp 5 juta per WP perseorangan. Namun DJP hanya bisa memeriksa WP kurun 2 tahun kebelakang.  Hal ini selaras dengan denda maksimum yang diterapkan terhadap WP  yaitu selama 24 bulan, sehingga sebelum masa dendanya maksimal. WP sudah berada di jalan yang benar.

Bayangkan kalau 5 tahun, tentu saja periode maksimal 24 bulannya tercapai semua. Selain itu, hal ini juga menjadi celah, petugas pajak "membiarkan" WP salah dulu, berlarut-larut tanpa sosialisasi dan teguran di tahap awal. Lalu memeriksanya dikala denda sudah maksimum di periode 24 bulan.



Kelima, hukuman tegas bagi aparat yang sudah dapat tunjangan jumbo, masih tega negosisasi pajak dengan WP. Tidak perlu sampai hukuman mati, namun seperti dimiskinkan sampai anak dan keluarganya juga sudah cukup.


Demikian masukan saya terhadap kementrian keuangan yang saya hormati. Semoga kelak DJP bisa dicintai dan disayangi oleh masyarakat Indonesia.







Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.