Ajakan Itikaf

 Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Ubud 18 Agustus 2021


Tulisan ini dibuat saat saya sedang berada di PPKM darurat berjilid2 yang tidak kunjung usai. Industri sepi, pariwisata terhenti, serta kepastian yang sangat tidak bisa dinanti.


Sudah lama kajian spiritual ini tidak saya tulis karena keasyikan menjalani rutinitas. Lupa untuk rehat sejenak yang bisa membuat pikiran dan jiwa kembali memiliki akal sehat.

Saya termasuk orang yang secara industri / pekerjaan terpukul sangat dalam. Garda terdepan yang harusnya sudah tumbang karena pandemi ini ternyata tidak hanya untuk memukul Trump, ternyata berkepanjangan..


Kajian spiritual seperti ini saya lakukan, disamping memiliki waktu cukup luang, juga saya memiliki bnyak pertanyaan. Salah satunya, apakah di umur saya yang sudah 30 tahun ini, saya sudah berada di track yang benar ,yang sesuai dengan cita2 mulia masa tua saya? , atau apakah saya sudah di track yang tercepat, agar cita2 saya kedepan bisa segera diraih? 

Saya harus jujur tanya kepada diri saya lagi perihal 2 hal tersebut. Pertama apakah sudah di jalur yang benar, atau minimal apabila jalurnya salah, saya tau diujung sana ada tambang emas yang saya bisa pakai untuk bisa kembali ke jalur yang benar dan menata masa tua yang mulia.



Oke, sebelum menjawab pertanyaan di atas, saya akan menuliskan kisah yang terjadi vase pertama dalam bangkitnya kehidupan saya. Saat saya masih muda belia 20-21 tahun.

Kembali ke tahun 2010-2011 silam. Adalah merupakan salah satu titik balik saya menuju kehidupan yang lurus, dimana sebelumnya saya termasuk seperti anak muda lainnya yang belum punya arah dan tujuan pasti kemana harus berkarir.


Kuliah hanya sekedar kuliah, belum ada motivasi yang mendasar untuk hidup lebih maju dibanding yang lain. Hidup yang masih simple, belum punya NPWP, belum ngurus organisasi apapun, belum memikirkan keluarga apalagi keluarga orang lain. 

Dikesendirian itu saya mendapatkan suatu ajakan menarik, tidak biasa saya lakukan sebelumnya, belum pernah saya bayangkan sebelumnya seperti apa. Hanya mendengar dari teman2 sekolah dulu yang sering melakukannya, yang menurut saya kurang asik di masa itu.


Ajakan ini dari seorang sahabat lama saya. Abdullah. Seseorang jurnalis sukses yang dari awal kuliah S1 sudah hijrah ke Eropa.  

Ajakan teman saya simpel, Itikaf di masjid BI sampai subuh. 

Kala itu Itikaf merupakan barang baru buat saya, saya tidak tau harus bawa apasaja, dan tentu juga tidak tau rangkaian ibadahnya apa saja. 

Singkat cerita, saya penuhi ajakan teman saya itu, saya itikaf pertama dalam hidup saya.


Satu dua hari saya makin menikmati rangkaian ibadah itikaf tersebut, yang awalnya karena nyamannya AC masjid BI dan fasilitas gratis iftar dan sahur, lama - lama saya mulai bisa menikmati keindahan itikaf tersebut. Dari mulai ceramah ba'da isya, sampai tahajud malam yang 3 juz itu.

Saya dulu adalah mahasiswa yang pada tanggal 15 sisa uang hanya 100 ribu. Harus menunggu sampai uang bulanan dari Ibu saya dikirim tgl 25. Kala itu entah mengapa selalu saja cukup. Tidak punya utang dan tidak dikejar oleh urusan apapun yang bikin tidak bisa tidur semalaman.


Suatu malam di malam itikaf itu, entah itu lailatul qadr atau bukan. Terjadi sebuah peristiwa. Saya ingat, malam itu saya sendiri, tidak lagi dengan teman siapapun. 

Saya selalu ambil posisi sayap kanan masjid. Saya tidur persis di samping pilar yang terdapat banyak alquran.


Pukul 01.00 semua peserta itikaf dibangunkan, diajak untuk ikut menunaikan solat tahajud berjamaah, yang bacaannya enak itu, dan semalam tidak kurang menghabiskan 3 juz bacaan ayat ayat al quran.

Pada saat saya terbangun, kacamata saya yang saya letakkan di samping tas ransel saya pecah. Satu lensanya retak dan tidak bisa dipakai lagi. Terpaksa saya harus mengajukan budget kepada Ibu saya untuk mengganti lensa yang pecah itu.


Ternyata, lensa kacamata saya yang pecah itu adalah keberkahan dari Allah. Keterbukaan rezeki yang berlimpah (kala itu). Keberkahan yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Karena turunannya sangat panjang dan masih dialami sampai saat ini.


Kisah lensa kacamata ini akan saya tuliskan di judul berikutnya...


Besambung ....

  

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.